Kamis, 21 Februari 2008

SEJARAH TAMBUNAN PAGARAJI

(disadur dari website Silahisabungan)

Perkawinan Raja Silahisabungan Dengan Siboru Nailing.


Siboru Nailing boru Nai Rasaon Adalah puteri Raja Mangarerak, seorang Raja yang terkenal di Sibina Uluan. Siboru Nairing adalah gadis primadona di Uluan, rambutnya bagaikan mayang terurai, bibinya bagaikan delima merekah, pipinya merah merona, pemuda yang melihatnya geleng – geleng kepala terpesona, melihat kecantikan Siboru Nailing yang tidak ada tandingannya.

Banyak pemuda dan anak raja ingin meminangnya, tetapi terganjal karena Siboru adalah puteri pingitan yang sudah dijohkan dengan seorang putera Raja dari pulau Sibandang. Siboru Nailing menjadi puteri rebutan, para pemuda yang ingin mempersunting mencari dukun membuat guna – guna mencapai tujuan .Karena banyaknya persaingan Siboru Nailing terkena dorma si Jundai (Dorma Sisunde ) yang sulit diobati. Raja Mangarerak pun mulai gelisah melihat puterinya kena Dorma Sijundai.

Pada ketika itu, Raja Silahisabungan datang ke Sibisa manndanghon hadatuon ( Bertanding ilmu ). Berita kedatangan Raja Silahisabungan ke sibisa membuat hati Raja Mangarerak menjadi lega, karena diketahuinya Raja Silahisabungan adalah dukun besar ( datu Balon ) yang dapat menyembuhkan bermacam penyakit. Kemudian Raja Mangarerak memanggil Raja Silahisabungan untuk mengobati putrinya Siboru Nailing. Raja Silahisabungan membuka Laklak Tumbaga Holing untuk melihat petunjuk apa penyebab penyakit itu, lalu berkata : “ penyakit putrid raja disebabkan persaingan tidak sehat, setan dan iblis selalu datang menggangu sehingga ia selalu mengigau. Pengobatannya agak lama karena rohnya ( tondika ) sudah ditawan dalam gua. Namunpun demikian, berkat pertolongan tuhan penyakit akan dapat disembuhkan, tetapi apakah upah saya ?” katanya. Raja mangarerak, terkejut mendengar penyakit Siboru Nailing, lalu berkata :” segala permintaanmu akan saya kabulkan asal penyakit puteriku dapat disembuhkan,” katanya dengan Pasrah.

Mendengar pernyataan Raja Mangarerak ini,” Raja Silahisabungan mulai mengobati Siboru Nailing. Baru beberapa hari diobati, tanda tanda kesembuhan penyakit Siboru Nailing mulai nampak. Selama Siboru Nailing dalam pengobatan rasa cinta dan kasih saying bersemi dihati mereka berdua. Dan setelah penyakit Siboru Nailing sembuh, Raja Silahisabungan mengungkapkan rasa Cintanya kepada Siboru Nailing. Siboru Nailing terdiam dan menjawab dalam pandangan, bahwa iapun merasa cinta kepada Raja Silahisabungan, walau pun umur tidak sebaya. Dengan menganggukkan kepala ia menyatakan cintanya.

Setelah sembuh, Raja Silahisabungan mengatakan pengobatannya telah usai. Raja Mangarerak merasa gembira dan bermaksud mengadakan pesta Syukuran, sambil membayar hutang kepada Raja Silahisabungan, Raja – raja dan penduduk negeri diundang tanda rasa suka cita.

Setelah acara pesta Syukuran selesai Raja Mangarerak menyediakan emas dan uang, lalu bertanya kepada Raja Silahisabungan :” ya, Raja Silahisabungan, penyakit Siboru Nailing sudah sembuh, berapakah upahmu yang saya bayar?” katanya sambil mengambil emas dan uang dari pundit – punditnya. Raja Silahisabungan menjawab :” Raja yang Mulia dan yang saya hormati. Saya tidak butuh uang dan emas, tetapi sesuai dengan perjanjian kita, apa yang saya minta upahku akan raja kabulkan. Rasa kasih saying mengobati, menimbulkan bersemi cinta dihati, kiranya Mulajadi Nabolon dan Raja memberkati, saya tidak meminta upah tetapi aku menginginkan Siboru Nailing teman sehidup semati, katanya dengan hormat.

Mendengar ucapan Raja Silahisabungan itu, Raja Mangarerak dan para undangan tercengang karena umur Siboru Nailing masih muda. Raja Mangarerak dan para undangan saling berpandangan, tetapi tidak berani menolak, lalu berkata : “ saya tidak menolak permintaanmu itu tetapi kasihanilah kami dinegeri ini, karena Siboru Nailing telah dijodohkan ( dipaorohan ) dengan putera Raja dari Sibandang : apabila Siboru Nailing kau persunting, negeri ini akan diserang. Pendudukpun akan susah,” katanya minta pengertian.

Kemudian Raja Silahisabungan menjawab:” dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise siose padan tu ripurna tu magona, ( janji harus ditepati, bil;a dilanggar akan timbul mara bahaya ) mengenai keamanan negeri dan serangan dari raja pulau Sibandang sayalah tanggung jawabnya. Selama saya berada didaerah ini tidak akan terjadi apa – apa, “ katanya meyakinkan.
Karena takut menolak permintaan Raja Silahisabungan, raja – raja dan para undanga memberi saran :” Karena raja Silahisabungan telah memberi jaminan, kita tanyalah putri kita Siboru Nipohan, apakah dapat menerimanya.” Kemudian Raja Mangarerak dan para undangan menanya Siboru Nailing apakah dapat menerima permintaan Raja Silahisabungan itu. Siboru Nailing Menjawab :” ndang simanukmanuk, manuk sibontar andora, ndang sitodo turpuk, si ahut lomo ni roha. Tu ginjang ninna porda tu toru pambarbaran, tu ginjang ninna roha patoruhon do sibaran. Ndang ahu manjua, ala naung marsihaholongon, anggiat dapotan tua, pasu – pasuon ni mulajadi nabolon, katanya bersenandung tanda setuju.

Mendengar ungkapan hati nirani Siboru Nailing yang memang sudah mencintai Raja Silahisabungan, Raja Mangarerak dan para undangan pun merasa terkejut karena pernyataan itu merupakan ungkapan hati nurani yang paling dalam. Kemudian Raja Manggarerak berkata :” para undangan yang saya muliakan. Hari ini adalah pesta syukuran dan sekali gus pesta perkawinan puteri kita dengan Silahisabungan, marilah kita memberi berkat ( Mamasu – masu ) semoga Mulajadi Nabolon memberi kebahagiaan, “ katanya kepada raja – raja dan para undangan.

Berita perkawinan Siboru Nailing teriar sampai ke pulau Sibandang. Membuat lelaki oroan menjadi marah. Lelaki itu bermaksud akan menuntut balas, tetapi mendengar Raja Silahisabungan yang mempersunting ilmu agar dapat menandingi Raja Silahisabungan.
Setelah Siboru Nailing mengandung enam bulan, tersiar kabar di Sibisa, lelaki oroan akan datang menuntut balas dengan membawa pasukan ( Parangan ) dari pulau Sibandang ). Mendengar berita itu Raja Mangarerak gelisah dan meminta Raja Silahisabungan membawa Siboru Nailing meninggalkan Sibisa. Tetapi Raja Silahisabungan menjawab :” kampungku sangat jauh amang,tak mungkin membawa isteri dalam keadaan hamil tua. Amang jangan takut dan resah mendengar berita itu. Selama saya berada dinegeri ini tidak akan terjadi apa – apa,”katanya. Mendengar alas an itu Raja Mangarerak tidak dapat memaksakan kehendak.Kemudian raja silahisabungan pergi kebukit Sigapiton untuk membuat penangkal agar musuh tidak boleh dekat.

Setelah siboru sinailing melahirkan seorang anak laki-laki,Raja Silahisabungan membuka penangkalnya sehingga pasukan musuh pun sudah semakin dekat.karna pasukan lelaki oroan sudah mengepung daerah Sibisa,Raja mengarerak mendesak agar Raja silahisabungan bersama anak isterinya segera meninggalkan Sibisa. Kemudian Raja Silahisabungan berkata kepada isterinya :” Ibu tersayang, pasukan lelaki oroan sudah mengepung Kampung ini. Mereka berencana akan membunuh saya.Orang tua kita Raja Mangarerrak pun sudah mendesak agar kita segera berangkat, padahal keadaanmui belum mengijinkan.bagaimana kalau saya bersama anak kita lebih dahulu berangkat,kalau kau sudah sehat dan tenagamu sudah pulih,aku akan menjemputmu kembali,katanya membujuk siboru nailing..

Mendengar alas an Raja Silahisabungan itu dan memikirkan desakan raja Mangarerak, istrinya Si Boru Nailing menjawab:” Amang boru, Aku sangat mencintaimu dan anak kita ini. Selamatkanlah dirimu ndenga anak kita ini, biarlah saya tinggal menanggung derita, ini sebuah cincin ( tintin tumbuk ) kalau anakku ini besar berikan kepadanya pertanda akulah ibu yang melahirkannya, “ katanya dengan terharu sambil menyerahkan Tintin Tumbuk itu. Kemudian Raja Silahisabungan bersama bayi yang baru lahir berangkat meninggalkan negeri setelah pamit dati mertuanya Raja Mangarerak.

Sesudah Raja Silahisabungan berangkat, Pasukan lelaki Oroanpun tiba dikampung Raja marerak, lalu bertanya “ dimana sia Boru Nailing dan dimana Lelaki suami itu, biar kubunuh,” kata lelaki oroan itu. Raja Mangarerak menjawab:” siboru Nailing sedang di Perapian ( mandadang) sedang suaminya telah pergi bersama anaknya” lelaki oroan itu merasa sedih dan berkata “ ndang diau be amang, jolmanaung marhamulian, alai tong ma au ingot hamu boru hasian, parjampar diadaran parbagian dibalian, “ katanya sambil merenungi nasib dirinya. Siapakah pemuda oroan siboru nairing itu ?

Bab V. 8. Poda Sagu – Sagu Marlangan

Bab V. 8. Poda sagu – sagu Marlangan

dengan mempergunakan Silompit dalan dan berlayar didaun sumpit, pada sore harinya Raja Silahisabungan telah tiba di Silalahi Nabolak. Begitu sampai dirumah tas hadang –hadangan terus ditaruh di atas para – para dan raja Silahisabungan duduk bersandar dengan muka murung. Melihat kejadian itu Pinggan Matio dan anak – anaknya tidak berani bertanya apa yang terjadi
pada keesokan harinya pada waktu Raja Silahisabungan pergi memeriksa ladangnya, Pinggan Matio mendengar suara bayi menangis di atas Para – para lalu memeriksa tas hadang – hadangan Raja Silahisabungan. Pinggan Matio terkejut melihat seorang bayi yang cantik mungil didalamnya, kemudian memangku dan menimang – nimangnya agar tidak menangis lagi. Setelah Raja Silahisabungan kembali kerumah, istrinya Pinggan Matio bertanya :” amang Raja Nami, dari mana bayi lelaki yang cantik mungil ini? Katanya dengan ramah. Dengan suara yang lembut Raja Silahisabungan menerangkan asal – usul anak itu dan meminta agar memaafkan perbuatannya. Mendengar keterangan suami yang penuh kasih saying, Pinggan Matio berkata : “ Sudah Tambun ( Tambah ) anakku dan inilah anak bungsuku maka saya beri namanya Tambun Raja, “ katanya sambil mendekap dan menimang – nimang bayi itu. Mendengar pernyataan Pinggan Matio, Perasaan Raja Silahisabungan menjadi Lega.


Kasih saying ibu Pinggan Matio kepada anak bungsunya Tambun Raja sungguh berlebihan sehingga menimbulkan Iri hati abang – abangnya. Raja Silahisabungan dan ibu Pinggan Matio sangat memanjakan Sitambunraja, yang kemudian terkenal Siraja Tambun. Pada suatu ketika Raja Silahisabungan mengadakan pembagian tanah ( Tano Golan ) kepada anak – anaknya agar jangan terjadi persoalan dikemudian hari. Dalam pembagian itu Siraja Tambun mendapat tanah yang paling luas dan subur yang mengakibatkan kecemburuan abang – abangnya.


Pada suatu hari terjadi pertengkaran antara siraja Tambun dengan salah seorang abangnya. Dalam pertengkaran itu terungkap kata – kata yang menyakitkan hatinya : “ hai raja tambun, kau jangan manja dan sombong. Kau bukan adik kami, entah dimana ibumu kami tak tau, “ kata abangnya itu. Mendengar ucapan yang memilukan itu, Siraja Tambunpun menangis tersedu – sedu dan mengadu kepada ibunya. Ibu Pinggan Matio mengusap usap anaknya itu dengan kasih saying dan mengatakan :” jangan dengarkan kata – kata abangmu itu. Aku adalah ibumu yang membesarkan kau sejak kecil, “ katanya. Tetapi setiap timbul pertengkaran dengan abangnya selalu didengarnya kata – kata yang menyayat hatinya, akhirnya Siraja Tambun memberanikan diri bertanya kepada ayahnya :” Ayah, siapakah ibu yang melahirkan saya dan dimana pamanku ?” raja Silahisabungan menjawab dengan ramah dan penuh kasih sayang :“ anakku tersayang, ibumu adalah Pinggan Matio yang membesarkan dan menyusukan kau sejak kecil, :” katanya.
Karena tindakan dan perbuatan abangnya semakin menyakitkan, maka Siraja tambun dengan tegas bertanya: “ ayah jangan berdusta lagi, siapa sebenarnya ibu yang melahirkan saya ? “ katanya dengan nada mengancam dihadapan pinggan matio. Raja Silahisabungan dan Pinggan Matio saling berpandangan lalu menjawab :” anakku tercinta, ibumu adalah Siboru Nailing Putri Raja Mangarerak di Sibisa, Bila kau ingin dan rindu menjumpainya, biar ku antar nanti dengan baik,:” katanya dengan membujuk.
Kemudian Raja Silahisabungan menyuruh Pinggan Matio menempa Sagu – sagu Marlangan berbentuk manusia yang ditaruh di kedalaman ampang ( Sejenis bakul ). Mereka pergi kemaras dan dibentangkanlah tikar tempat mereka duduk. Raja Silahisabungan, Pinggan Matio bersama Daeng Namora duduk menghadap ampang berisi Sagu – sagu marlangan, lalu disuruhnya Lohoraja, Sondiraja, Dabaribaraja, dan Batu raja duduk disebelah kanannya. Tungki Raja, Batu Raja dan Debang Raja disuruhnya duduk disebelah kiri mereka. Sedang Siraja Tambun disuruh duduk dimukanya sama – sama menghadap ampang berisi Sagu – sagu Marlangan. Stelah mereka duduk mengelilingi ampang berisi sagu- sagu marlangan itu Raja Silahisabungan berdiri dan berdoa kepada Mula Jadi Nabolon, lalu menyampaikan pesan (wasiat) yang kemudian terkenal dengan nama “ PODA SAGU – SAGU MARLANGAN “. Isi Poda sagu – sagu marlangan tersebut adalh sebagai berikut. :”
HAMU ANAKKU NA UALU :

  1. INGKON MASIHANOLONGAN MA HAMU SAMA HAMU RO DI POMPARANMU, SISADA ANAK SISADA BORU NA SO TUPA MASIOLIAN, TARLUMBI POMPARANMU NA PITU DOHOT POMPARANMU SI TAMBUN ON.
  2. INGKON HUMOLONG ROHAMU NA PITU DOHOTPOMPARANMU TU BORU POMPARAN NI ANGGIMU SI TAMBUN ON, SUWANG SONGON I NANG HO TAMBUN DOHOTPOMPARANMU INKON KUMOLONG ROHAM DI BORU POMPARAN NI HAHAM NA PITU ON.
  3. TONGKA DOHONONMU NA UALU NA SO SAINA KAMU TU PUDIAN NI ARI.
  4. TONGKA PUNGKAON BADA MANANG SALISI TU ARI NA NAENG RO

  5. MOLO ADONG MARBADAKAN MANANG PARSALISIHAN DI HAMU, INGKON SIAN TONGA – TONGAMU MASI TAPI TOLA, SIBAHEN UMUM NA TINGKOS NA SOJADI MARDINKAN, JALA NA SO TUPA SALAK NA HASING PASAEHON.

Kemudian Raja Silahisabungan duduk dan menyuruh anak-naknya menjamah sagu – sagu marlangan itu tanda kesetiaan dan ikrar yang harus djunjung tingga. ke 8 anak Raja Silahisabungan menjamah Sagu – sagu marlangan itu dan berkata :” Sai dipergogoi Mulajadi Nabolon ma hami dohot pomparanmi mangulahon poda na nilehonmi amang,” katanya mereka bergantian. Kemudian Raja Silahisabungan berkata, barang siapa yang melanggar wasiat ini seperti sagu – sagu marlangan inilah tidak berketuruna, ingkop mago jalan pupur.” Katanya.

Setelah acara dimaras Simarampang selesai, Raja Silahisabungan bersama istrinya dan putera putrinya kembali lagi ke Huta Lahi untuk mempersiapkan bekal Siraja Tambun diperjalanan. Pada saat itulah Raja Silahisabungan memberikan “ barang homitan hadatuon “ kepada Siraja Tambun. Kemudian Siraja Tambun bersalam – salaman dengan abang – abangnya sambil saling memberikan doa restu. Sewaktu menyalam Pinggan Matio, ibunya itu mendekap Siraja Tambun dan berkata :” Unang lupa ho amang di au inangmu na patarus – tarus dohot na pagodang – godang ho, “ katanya sambil mendoakan semoga Siraja Tambun selamat dan berbahagia kelak.
Mendengar kata – kata Pinggan Matio, Itona ( saudarinya) Deang Namora menangis lalu merangkul dan mencium Siraja Tambun. Dengan rasa pilu dan sedih ia berkata :”borhat ma ito tu huta ni tulangta. Na denggan I ma paboa tu inang pangintubu, gabe jala horas ma ho amang na burju,” katanya dengan terisak- isak. Setelah itu berangkatlah Siraja Tambun diantar Raja Silahisabungan ke Sibisa.


Berita Siraja Tambun di Sibisa


Dalam perjalanan dari Silalahi Nabolak, Raja Silahisabungan menceritakan perkawinannya dengan Siboru Nailing putrid Raja Mangarerak kepada anaknya Siraja Tambun. Karena perkawinan kami dahulu mempunyai masalah jadi kemungkinan kehadiranmu diSibina ini menimbulkan persoalan. Jadi kau anakku – harus hati –hati dan pandai bergaul. Disamping ilmu yang kau miliki perlu kau ingat :” pantun hangoluan, tois hamagoan.” Bila anakku berperangi sopan ( santun, Porman, toman, ) dalam hidupmu maka tercapailah kebahagiaan hidup dan apabila kamu lengah (tois) menghadapi masalah akan timbul malapetaka. Dikampung kita, perasaanmu sangat sedih karena perbuatan abang – abangmu, tetapi mungkin lebih sakit lagi perasaanmu nanti di Sibisa ini, kata Raja Silahisabungan samil memberikan sebuah cincin (tintin Tumbuk) yang diserahkan Siboru Nailing sewaktu mereka berpisah dahulu. Cincin inilah nanti tunjukkan, pertanda kau adalah anak Siboru Nailing katanya kepada Siraja tambun.

Setelah mereka tiba di Sibisa, Raja Silahisabungan mendengar kabar bahwa Siboru Nailing belum lagi kawin, lalu ia menerangkan cirri – cirri Siboru Nailing kepada Siraja Tambun. Kemudian Raja Silahisabungan membawa Siraja Tambun keumbul (mual) Simataniari dan berkata :” Disinilah tunggu ibumu itu, nanti sore ia pasti mandi dan mengambil air dari umbul ini,” katanya dengan penuh keyakinan.

Pada sore harinya Siraja Tambun melihat seorang perempuan pulang dari umbul membawa air lalu ia menyapa :” inang boi do inumonku saotik mual na binoanmi ? nunga mauas ahu!” (bu, bolehkah sedikit air itu itu saya minum ? sudah haus aku ) katanya minta belas kasihan. Lalu perempuan itu menjawab dengan tercengang : Ise do hamu ito, jala sian dia hamu rot u huta on ? songon na lulu roha mauas hamu dibot ni ari !” ( siapakah kamu ito, dan dari mana datang kekampung ini ? seperti tak masuk akal, merasa haus ito pada sore hari ) katanya sambil memberikan air untuk diminum Siraj Tambun. Setelah Siraja Tambun minum lalu ia berkata :” jolma na dangol do baoadi, na madekdek sian langit, na mapultak sian bulu bolon na maos – aos malungun mangalului inang pangintubu,” ( manusia malangnya aku, yang jatuh dari langit dan lahir dari ruas bamboo, yang sudah lam berkelana dan rindu mencari ibu yang melahirkan ) katanya dengan sopan santun. Mendengar ucapan kata – kata itu, perempuan itu teringat kepada anaknya yang dibawa Raja Silahisabungan dulu, lalu berkata:” Ala Naung bot ari ito, tu jabunami ma jolo hamu marborngin, sai na patuduon ni mulajadi Nabolon do na niluluanmi,” ( karena hari sudah sore, dirumah kamilah ito bermalam, Tuhan Yang Maha Kuasa akn memberi petunjuk nanti kepadamu ) katanya sambil mengajak Siraja Tambun supaya ikut ke rumah orangtuanya.

Siraja Tambun menyambut ajakan perempuan itu karena itu karena ia yakin bahwa itulah ibunya sesuai dengan ciri - ciri yang diterangkan Raja Silahisabungan. Setelah mereka tiba dirumah Raja Mangarerak dan pamannya Toga manurung bertanya :”Siapa pemuda ini Boru Nailing ?” kata Taja Mangarerak. Siboru Nailing menjelaskan pertemuan mereka di Mual Simatraniari lalu berkata :” na asi do rohangku mamereng, aia didok ndang marama – marina ibana, ala naung bot ari hutogihon ma tu jabu asa dison ibana. Marbongin.” ( kasihan aku melihatnya, karena katnya tidak ada ayah – ibunya, karena hari sudah sore maka kuajak kerumah untuk bermalam.)
Raja Mangarerak berkata :” unang ma mambahen persoalan muse baoa on. Nunga songon bagianmu ditinggalhon Raja Silahisabungan , sotung mambahen gora ho muse diluat on , “(jangan nanti pemuda ini membuat persoalan , sudah demikian nasibmu ditinggalhon Raja Silahisabungan , jangan lagi kau membuat huru –hara dinegeri ini )katanya dengan nada keras . lalu adik Siboru Nailing, Toga Manurung berkata : “ndang songon amang , dengg tasungkun baoa on manang na olo do mangurupi hita. “ (jangan begitu ayah , lebih baik kita tanya pemuda ini apakah dia mau membantu kita.) katanya sambil menanya iraja Tambun. Setelah mendengar kata – kata Raja Manggarerak dan pernyataan Toga Manurung lalu ia menjawab :” Molo holong do roha ni raja I manjampi ahu gebe hatoban do ahu,” ( kalau Raja menginginkan aku, menjadi hamba pun saya mau ) katanya merendahkan diri karena dia sudah yakin bahwa Siboru Nailing itulah ibunya tetapi masih disembunyikan menjaga hal – hal yang tidak diinginkan. Sejak hari itu, Siraja Tambun menjadi pembantu Toga Manurung untuk mengembalakan ternak (permahan ) dan pekerja lainnya.
Dari pertemuan di Umbul (mual) Simataniari, Siboru Nailing merasa asa kontak batin membuat ia saying melihat pemuda itu ( Siraja Tambun ) tetapi ia tidak mau bertanya siapa sebenarnya pemuda itu, walaupun Siraja Tambun sebagai pembantu (hamba) dirumah toga Manurung tetapi Siborung Nailing memperlakukannya sebagai tamu biasa, kalau ia disuruh mengantar nasi Siraja Tambun keladang selalu dibuat makanan yang enak bukan makanan seorang pembantu. Dan mereka sering bercakap – cakap bersenda gurau bagaikan seorang ibu dan anak.
Pada suatu hari Siboru Nailing pergi keladang mengantar nasi Siraja Tambun. Karena hari terasa sangat terik Siboru Nailing mengajak ia ( Siraja Tambun ) supaya berteduh dibawah pohon rindang melepaskan lelah. Sewaktu mereka bercakap – cakap, karena lelahnya Siraja Tambun terlena dan tidur dipangkuan Siboru Nailing. Karena Siboru Nailing terlambat pulang sebagai biasa, Toga Manurung pergi keladang melihatnya. Saat itulah Toga Manurung terkejut melihat Siraja Tambun tertidur dipangkuan Siboru Nailing, lalu berkata :” na so adapt na so uhum do pambahenmo. Ho sada hatoban barani pulut modom diabingan ni Siboru Nailing. Jolma na jahat do huroha baoa on, jadi ingkon uhumon do ibana jala beanghonon. (Perbuatanmu sudah melanggar hukum dan adat. Kau adalah seorang hamba, tetapi tega tidur di pangkuan Siboru Nailing .Orang jahat kau rupanya, jadi kau harus di pasung) kata Toga Manurung sambil memarahi kakaknya Siboru Nailing . Siboru nailing tidak dapat berbuat apa – apa dan Siraja Tambun pun dihukum pasung .

Setelah Siraja Tambun dipasung terjadilah malapetaka di uluan. Sudah hampir enam bulan terjadi musim kemarau panjang mengakibatkan tanah Uluan menjadi kekeringan. Akibat musim kemarau itu Raja Manggarerak dan Toga manurung mencati dukun untuk “marmanuk diampang” menanya penyebab malapetaka yang menimpa negeri uluan. Setelah diadakan upacara marmanuk diampang, dukun berkata : “ adong anak ibebere na pinatangis – tangis jala na pinasiak – siak, ingkon paluaon do ogung sebangunan jala patortoran bera na pina siak – siak asa ro udan paremean.” Rupanya ada kemenakan yang menangis tersiksa dan teraniaya. Harus dipukul gendang dan dibuat menari kemenakan yang tersiksa agar datang hujan pemberi berkah )

Raja Manggarerak dan Toga Manurung bertanya – Tanya siapakah gerangan kemenakan yang menangis tersiksa dan teraniaya ? lalu Toga Manurung berkata :”Ai so adong berengku tubu ni itongku siboru nailing,” (tak ada kemenakanku, anak kakak Siboru Nailing ) katanya. Kemudian Siboru Nailing berkata :” unang dok songon I, tangkasi hamu ma jolo baoa na hona beang an, atik beha anakku do I na binoan ni Raja Silahisabungan,” ( jangan ucapkan demikian, teliti dulu pamuda yang terpasung itu, apakah itu anak saya yang dibawa Raja Silahisabungan ) katanya memecahkan persoalan. Mendengar keterangan Siboru Nailing, Toga Manurung membuka pasungan dan bertanya :” hei anak muda siapa kau sebenarnya?“. Lalu pemuda ( Siraja Tambun ) menjawab :” aku adalah Siraja Tambun, Anak Raja Silahisabungan dari Silalahi nabolak,” katanya sambil menunjukkan Cincin (Tintin Tumbuk) yang diberikan Raja Silahisabungan. Dengan tiba – tiba Siboru Nailing mendekapnya dan merangkulnya dan berkata :” ahu do inangmu pangintubu, nunga gabe ahu hape, nunga hudahop anakku tambun ni ate – ate urat ni pusu – pusu. Ai tintinku do tintin tumbun on na umbun tu sude jari – jari: (akulah ibumu yang melahirkan kau, sudah kupeluk kau, sudah kupeluk anak buah hatiku, urat nadi jantung. Cincin ini adalah milikku yang dapat masuk kesemua jari – jari,”) katanya.

Kemudian Toga Manurung berkata :(“ nunga godang salanamibere. Pandok ni datu ingkon patortoran do ho jala paluan ogung sabungan asa ro udan paremean.” (sudah banyak kesalahan kami bere, menurut dukun kau harus dipestakan dengan memukul gendang baru turun hujan pembawa berkah.) lalu Siraja Tambun menjawab :”molo songon I do tulang, laho ma jolo ahu mangalapi dahahang ke Silalahi.”(kalau begitu permisilah aku dulu biar kujemput abang – abangku ke Silalahi).


Setelah ada pengakuan Toga Manurung akan “Patortoran “ Siraja Tambun, langitpun mendung dan tidak berapa lama turunlah hujan lebat membuat penduduk negeri merasa gembira. Melihat tanda – tanda yang menggembirakan ini, Raja Manggarerak berkata:” Tak boleh cucuku Siraja Tambun pergi KeSilalahi. Lebih baik kita suruh kaum kerabat menjemput abang – abangnya,” katanya untuk menjaga Siraja Tambun mengilangkan Jejak. Kaum kerabat dan Raja – Raja dikumpulkan untuk memberitahukan pelaksanaan gondang sabangunan patortorhon Siraja Tambun dipogu ni alaman, sambil mengutus beberapa orang menjemput abang Siraja Tambun dari Silalai Nabolak.

Mendengar penjelasan Raja Mangarerak dan Toga Manurung, kaum kerabat dan Raja – raja yang diundang berkata :” Nunga Gabe Siboru Nailing, nga doli – doli boras ni siubeonna. Adong boru magodang di Raja I Toga Manurung I ma Si Pintahaomasan. Siboan sangap dohot tua do Siraja Tambun, molo senggan roha ni raja I laos dipesta on ma nasida tapasu – pasu marhajabuan !” ( sudah bahagia ( gebe) Siboru Nailing, sudah dewasa anaknya. Ada juga puteri Raja Toga Namurung gadis remaja yaitu Si Pintahaomasan. Karena kedatangan Siraja Tambun membawa berkah dan kalau Raja berkenan, bagaimana kalau pada pesta ini mereka kita kawinkan !” kata raja – raja memberi usul

Lalu Toga Manurung menjawab :” Niat kamipun demikian juga, agar Siraja Tambun tetap tinggal di Sibisa, tetapi kita tanyalah puteri kita Si pintahaomasan bagaiman pendapatnya,” katanya menyambut usul kaum kerabat dan Raja – raja. Kemudian toga Manurung menanya Si Pintahaomasan tentang usul dan pendapat Raja – raja.

Mendengar usul raja – raja dan pendapat ayahnya Toga Manurung, Si Pintahaosan berkata :” ndang simanuk – manuk, manuk sibontar andora, ndang sitodo turpuk siahut lomo ni roha. Silaklak ni singkoru, sirege – rege ni ampang, gabe do na maranak ni namboru, horas ma na Marboru ni Tulang, Molo mamasu – masu damang parsinuan dohot raja – raja aha be na hurang ?” katanya tanda setuju.

Pada pesta “Patortor Sirja Tambun dan perkawinannya “ dengan Si Pintahaosaman be. Manurung, datang abang Siraja Tambun dari Silalahi Nabolak marsolu bolon ( naik perahu besar ) serta membawa gondang sebangunan. Disaksikan Siboru Nailing dan abang – abang Siraja Tambun yang datang dari Silalahi Nabolak, Raja Mangarerak, dan Toga Manurung memberi hadiah (pauseang) : Mual Simataniari, Hauma Sipitu, batangi dan Pinasa sidungdungonon. Kemudian Raja Mangarerak berkata :” Cucuku Raja Tambun, hakmu sekarang sudah sama dengan raja – raja di daerah ini. Di Silalahi Nabolak namamu Siraja Tambun, beberapa tahun kau di Sibisa ini disebut Siraja Parmahan ( Pengembala ). Mulai sekarang dinobatkan namamu Raja Itano, karena kau sudah marga tanah ( Martano golat ) di Sibisa,” katanya sambil mengikatkan “ Tali – tali harajaon boru,” dikepala Siraja Tambun.

Berita Keturunan Siraja Tambun .

Si Raja Tambun yang dinobatkan menjadi “Raja Boru “ di Sibisa dengan nama Raja Itano , tidak kembali lagi ke Silalahi Nabolak , Ia bersama Pintahaomasan br. Manurung tetep tinggal di Sibasa dan di berikan Tuhan 3 ( tiga ) orang anak laki – laki, yaitu : Tambun Mulia , Tambun Saribu dan Tambun Marbun . Tambun Mulai mempunyai 2 (dua ) anak laki – laki , yaitu : tambun Uluan dan tambun Holing. Tambun Uluan tetap tinggal di Uluan, keturunannya memakai Marga Tambun. Tambun Holing pergi ke Tambunan sekarang dan mempunyai anak laki – laki 3 (tiga ) orang, Yaitu : Raja Ujungsunge, tuan pagar Aji dan Datu Tambunan Toba. Seorang anak Tuan Pagar Aji, bernama Mata Sopiak pergi Angkola keturunannya memakai marga Daulay .
Datu Tambunan Toba mempunyai 3 (tiga) orang anak laki laki , yaitu Raja Baruara , Datu Gontam (lumban Pea )dan Raja Parsingati (lumban Gaol) Keturunan Tambun holing pada umumnya memakai marga Tambunan,dan banyak yang pergi ke Sigotom .
Menurut turasi dan tarombo Siraja Tambun ,Tambun Saribu mempunyai 3 orang anak laki – laki, yaitu : Doloksaribu , Sinurat dan Nadapdap, tetapi Tambun Marbun belum belum jelas ketunannya. Menurut tuirasi dan tarombo Raja Silambungan , keturunan Siraja Bunga – bunga ( siraja Parmahan ) yang tinggal di hinalang Balige kembali membuat sagu – sagu marlangan di Onan Raja Tambunan untuk mengingat “ poda sagu – sagu marlangn “yang di buiat Raja Silahisabungan di Silalahi Nabolak .
Dengan adanya turasi dan taromboSiraja Tambun yang menyatakan Doloksaribu , Sinurat dan nadapdap keturunan Tambun Saribu maka timbul permasalahan karena pada umumnya marga Doloksaribu, Sinuratdan nadapdap mengaku ketunan Siraja Parmahan yang memakai marga Silalahi . Untuk memurnikan Poda sagu – sagu marlangan maka di anjurkan agar keturunan Siraja Parmahan memakai Silalahi Doloksaribu ., Silalahi si nurat , Silalahi nadapdap. Dan bila keturunan Tambun Saribu di anjurkan memakai Tambun Doloksaribu, Tambun Sinurat dan Tambun nadapdap, sesuai dengan anjuran Panitia Pusat Tarombo Raja silalahibungan tahun 1968 .
Keadaan ini harus diterima dengan lapang dada dan tak perlu diperdebatkan, biarlah masing-masing oknum atau kelompok menentukan kedudukannya dengan berpedoman kepada sagu – sagu marlangan . Harapan ini sangat diperlukan demi persatuan dan kesatuan keturunan Raja Silahisabungan.